POJOKMALIOBORO.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2022 yang lalu, dan atas prakarsa Kementerian Kesehatan akan melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012.
Kebijakan ini sebagai komitmen pengendalian konsumsi demi kepentingan kesehatan, namun juga perlindungan terhadap buruh, petani, konsumen dan industri dengan meminimalisir dampak negatif terkait produk hasil tembakau, sekaligus melihat peluang dan mendorong ekspor hasil tembakau Indonesia.
Namun atas kebijakan tersebut menimbulkan beberapa persoalan dan tantangan bagi masa depan ekosistem pertembakauan di Indonesia.
Baca Juga: Djogjantique Day 2022: Hobikoe Usung Konsep Tracing Kepemilikan
Berikut ini adalah masa depan ekosistem pertembakauan di Indonesia, yang pertama adalah kebijakan kenaikan cukai rokok. Pemerintah akan berencana untuk menaikan tarif cukai rokok pada tahun 2023.
Selanjutnya dorongan revisi PP Nomor 109 tahun 2012 untuk memperbesar peringatan bergambar dan larangan beriklan. Kemudian tekanan dari anti tembakau untuk ratifikasi FCTC.
Lalu, pemerintah daerah memberlakukan KTR melebihi dari PP Nomor 109 tahun 2012, yang merupakan lebih dari 300 peraturan diseluruh Indonesia.
Baca Juga: Ini Pesan Anis Matta Saat Memimpin Pendaftaran Partai Gelora Indonesia Ke KPU RI
Masa depan ekosistem pertembakauan di Indonesia juga tentukan oleh pelarangan total iklan dan promosi rokok, pembesaran pencantuman peringatan bergambar bahaya merokok sesuai Perpres 18 tahun 2020.
Yang terakhir, dampak pandemi covid-19 pada ekosistem pertembakuaan, dari segi hambatan operasional, penurunan produksi, serta biaya dan penyesuaian yang harus dilakukan terkait protokol kesehatan.
Ketua SP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi mengkritisi hal tersebut, terkait tentang perlindungan pekerja/buruh sektor SKT yang bekerja di sektor padat karya dengan tidak menaikan tarif cukai rokok sigaret kretek tangan (SKT) pada tahun 2023.
Baca Juga: Aktivitas Gunung Merapi Sepekan: Terjadi Guguran Lava Sebanyak 34 Kali
Sementara Pengurus Asosiasi Petani Tembakau DIY Triyanto, pada Diskusi Kritis Media, mengaku petani Tembakau merasa terjerat dengan adanya PP Nomor 109 tahun 2012, apalagi nanti setelah adanya revisi.
"Petani tembakau banyak di lereng merapi, beberapa permasalahannya dengan kenaikan cukai yang terus merangkak terus, tentunya akan merugikan para petani tembakau dengan menekan bahan baku, hasil jual dari petani tidak akan mencukupi BEP," ujarnya, Senin 8 Agustus 2022.
Ditambahkan Triyanto, biaya operasional yang terus naik, namun petani tembakau tidak mendapat subsidi pupuk.
Artikel Terkait
Pelantikan Persikindo Kota Yogyakarta: Perempuan Sejatinya menjadi Kekuatan Negeri Ini
Forpi Kota Yogyakarta Minta Pedagang Pernak Pernik HUT Kemerdekaan RI Tidak Mengganggu Pejalan Kaki
Pemkot Yogyakarta Segera Miliki Klinik Bank Sampah
Resmi Dilantik, HPN Kota Yogyakarta Konsen Pada Kemajuan UMKM
Ribuan Kosmetik Mengandung Zat Berbahaya dan Tidak Berizin Dipasarkan Online di Yogyakarta, Ini Kata BPPOM