POJOKMALIOBORO.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja atau Omnibus Law, menyebut Undang-undang tersebut diputuskan Inskonstitusional bersyarat.
Paska putusan tersebut, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta pemerintah untuk menunda pemberlakuan UU Nomor 11 tahun 2020 beserta peraturan turunannya.
"Oleh karenanya DPD KSPSI DIT bersama DPC KSPSI se-DIY juga disertai Federasi Parekraf, PGSI, TSK, LEM, NIBA se-DIY menyikapi persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan dengan melakukan unjuk rasa dan protes," ujar Ketua DPD KSPSI DIY, Ruswadi didampingi Sekretaris RM Krisnamurti, Minggu 14 Agustus 2022.
Baca Juga: Aktivitas Gunung Merapi Sepekan: Terjadi Pertumbuhan Kubah Lava Barat Daya
Dalam aksinya mereka akan menyuarakan untuk menolak dan batalkan UU Nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja atau Omnibus Law dengan touring menuju Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, dimulai aksinya dari Komplek Monumen Jogja Kembali.
"Pekerja buruh berkumpul dan star di komplek Monumen Jogja Kembali, karena pemerintah maupun DPR tidak menghiraukan berbagai aksi dan dialog, baik sebelum dan sesudah disahkannya UU tersebut yang telah dilakukan oleh berbagai serikat pekerja/serikat buruh yang hampir terjadi di seluruh daerah, terutama di Jakarta beberapa waktu lalu," kata Ruswadi.
Malahan, lanjut Ruswadi, hal itu direspon dengan mensahkan revisi Undang-undang No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP). Sehingga dianggap bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh MK.
Baca Juga: Sekjen KLHK Paparkan Strategi Pembangunan Kalimantan Utara Berkelanjutan
"Seperti kita ketahui bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja ini sudah bermasalah sejak awal pembentukannya dan hal itu tergambar dengan jelas dari reaksi yang timbul dari banyak komponen masyarakat. Karenanya bisa dikatakan bahwa pemerintah bersama DPR telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power) dalam pembentukan UU tersebut," jelas Ruswadi.
"Tanda-tanda bahwa pemerintah bersama DPR akan tetap melanjutkan cara-cata aktobatiknya terlihat pada proses revisi UU PPP yang prosesnya sangat cepat," tambahnya.
Ruswadi mengajak untuk bersama menyimak putusan MK tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut akan terlihat tidak mungkin UU itu menjadi konstitusional, bahkan setelah revisi UU PPP disahkan, kecuali diulang dari awal sejak mulai perencanaan dan penyusunannya.
Baca Juga: Royal Darmo Malioboro Hotel Yogyakarta Pertemukan Photographer dan Pecinta Photography

Dia juga menandaskan, secara gamblang UU Omnibus Law Cipta Kerja ini melanggar pasal 5 huruf (g) UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan. Sehingga sebagai pihak terdampak langsung dalam hal ini pekerja/burug tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan draft ataupun naskah dan juga saat pembahasan di DPR.
"Dengan mengabaikan asas keterbukaan itu maka materi muatan UU Cipta Kerja ini banyak melanggar kaidah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dimana materi-materi muatannya diantaranya mengabaikan asas pengayoman, asas keadilan dan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan di mana setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan dan rasa keadilan sehingga menciptakan ketenteraman dalam masyarakat," kata Ruswadi.
Artikel Terkait
PNS hingga Pekerja Migran Dilarang Cuti dan Mudik Selama Libur Nataru
FSP RTMM-SPSI Pastikan Kesejahteraan Pekerja dengan Kenaikan Cukai Hasil Tembakau
Serikat Pekerja Jogja Bakal Gelar Aksi May Day Sehabis Lebaran, Desak Pemerintah Hapus UU Cipta Kerja
Puluhan Pekerja Media di Yogyakarta Bentuk Serikat Pekerja Media Indonesia
Disnakertrans DIY Mendata Jumlah Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Wilayahnya