YOGYAKARTA, pojokmalioboro.com - Bila kita menyusuri kawasan Stasiun Tugu, ada sebuah tempat untuk berbincang santai. Ya, tempat itu terkenal dengan angkringan. Tempat yang menjadi favorit banyak orang.
Di kawasan Tugu dulu banyak angkringan legendaris. Pedagangnya yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah, adalah generasi awal pedagang angkringan tahun 1950. Kedai makanan yang biasa disebut angkringan ini pertama kali diperkenalkan Mbah Pairo, orang asli Klaten yang merantau ke Yogyakarta.
Dulu disebut "ting ting hik". Kemudian menjamurlah angkringan lain di kota Yogyakarta. Ada pula warung berkonsep angkringan yang buka mulai pukil 18.00.
Baca Juga: Ahli: Cuaca Tak Menentu Membuat Imunitas Melemah
Di angkringan ini berbagai makanan disediakan. Ada sego kucing hingga gorengan. Sambil makan, bisa membicarakan berbagai hal. Tak ada larangan formal. Tapi yang penting toleransi (tepo sliro), menjaga perasaan orang lain (rumongso).
Mbah Pairo menjajakan jualannya dengan cara dipikul dan berkeliling kota Yogyakarta. Biasanya mangkal di dekat Stasiun Tugu. Pada saat sedang berkeliling, Mbah Pairo menarik perhatian konsumen dengan berteriak: "Ting... Ting... Hik."
Karena teriakan itulah, awal mulanya angkringan dikenal sebagai Hik, yang merupakan singkatan dari kalimat "Hidangan Istimewa Kampung".
Baca Juga: 6 Tempat Makan Enak dan Murah di Yogyakarta, Cocok buat Maksi
Semakin terkenalnya Mbah Pairo, maka ia tidak lagi memikul dagangannya sambil berkeliling kota Yogyakarta. Ia kemudian lebih memilih mangkal dan menggunakan sebuah gerobak kaki lima yang dilengkapi dengan kursi panjang untuk para pembeli.
"Karena menggunakan kursi yang panjang tersebut, para pelanggannya suka menaikkan sebelah kakinya ke atas kursi," kata Reno Candra Sangaji, Sabtu (28/8/2021).
Karena kebiasaan menaikkan satu kaki inilah lantas muncul istilah "angkringan", "nangkring" atau "methangkring".
Baca Juga: Selama Perpanjangan PPKM Harga Cabai di Sumenep Anjlok
Kata Reno, warga asli Condongcatur, Sleman, sekarang ini angkringan disajikan di atas gerobak dengan menu yang khas dan sederhana.
Ada nasi yang dibungkus kertas koran atau daun pisang disajikan bersama berbagai macam sate: ada sate usus ayam, sate telur puyuh, sate ati ampela. Juga gorengan dan berbagai minuman seperti jahe, susu jahe, teh, tape dan lainnya.
Artikel Terkait
Dokter Ini Sebut Covid-19 Tidak Ada, IDI Bereaksi
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sleman Selenggarakan Vaksinasi bagi Siswa-siswi
Perpustakaan UNISA Yogyakarta Terakreditasi A, Tingkatkan Layanan
Hari Ini, Covid-19 di DIY Bertambah 525 Kasus
Artis GGS Fahri Azmi Datangi Polres Jakbar Lengkapi Bukti Dugaan Penipuan