POJOKMALIOBORO.com - Seluruh pemangku kepentingan di sektor pertembakauan, khususnya tenaga kerja yang berjumlah jutaan jiwa, saat ini sedang mengalami tantangan berat. Hal ini termasuk adanya rencana pemerintah tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) dan mengatur sektor pertembakauan secara eksesif.
Tidak hanya itu, sektor pertembakauan juga akan dikenakan pasal zat adiktif di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang menyejajarkan produk tembakau sebagai barang legal dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan barang ilegal, seperti tercantum pada RUU Kesehatan Pasal 154 Ayat 3. Pasal tersebut dinilai akan merugikan para pekerja di sektor pertembakauan karena produk tembakau tidak selayaknya disamakan dengan produk-produk ilegal tersebut.
Oleh karena itu, Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Daerah Istimewa Yogyakarta (FSP PD DIY RTMM-SPSI), Waljid Budi Lestarianto, meminta pemerintah untuk tidak mengubah pasal terkait zat adiktif tersebut dan tetap mengacu pada UU 36/2009 tentang Kesehatan, seperti termaktup dalam Pasal 113 Bagian Ke-17 mengenai Pengamanan Zat Adiktif yang berbunyi: “(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif...”
Baca Juga: Libur Lebaran, Pemkot Yogyakarta Kerahkan 53 Personil Setiap Hari Atasi Sampah di Pasar Beringharjo
"RUU Kesehatan yang dirumuskan melalui metode omnibus law ini diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan. Aturan ini akan mencabut sembilan undang-undang, termasuk UU No 36/2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dalam perjalanannya, RUU ini dinilai sangat kotroversial dan menuai banyak kritik dan penolakan dari berbagai pihak," ujarnya, Sabtu, 29 April 2023.
Proses pembahasan RUU Kesehatan ini juga terkesan terburu-buru, yakni pada bulan Februari 2023, RUU ini telah disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna dan pada awal bulan Maret 2023, DPR resmi mengirimkan draf RUU Kesehatan kepada pemerintah untuk dibahas bersama. Di tahapan tersebut dimulai proses partisipasi publik di mana pemerintah dan DPR telah menghimpun masukan dari masyarakat melalui berbagai macam forum.
"Dengan demikian, pemerintah dan DPR diharapkan dapat mendengarkan dan mengakomodir berbagai masukan dari sejumlah pemangku kepentingan pertembakauan di Indonesia. Hal ini dinilai krusial untuk menjadi jalan tengah agar regulasi pertembakauan di Indonesia tidak eksesif atau berlebihan, dan ujungnya mengancam tenaga kerja yang ada di dalamnya," katanya.
Baca Juga: Revitalisasi, Pedagang Pasar Sentul Mulai Tempati Shelter Sementara di Jalan Babaran
Oleh karena itu, Waljid Budi Lestarianto meminta pemerintah dan DPR agar merumuskan regulasi yang sesuai dengan norma dan kondisi sosial di Indonesia. Regulasi ini juga harus melibatkan multipihak utamanya pemangku kepentingan terdampak agar diperoleh kesepahaman bersama untuk menghasilkan kebijakan yang partisipatif, inklusif, dan demokratis.
Namun, apabila hal tersebut tidak diperhatikan oleh pemerintah dan DPR, maka Waljid sebagai pemangku kepentingan di sektor pertembakauan di Indonesia, dengan tegas menolak pasal zat adiktif yang menyamakan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika di RUU Kesehatan.
Agus Parmuji Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) pada kesempatan yang sama menegaskan bahwa tembakau bukan ganja, dan tembakau bukan narkoba.
Baca Juga: Dilaporkan Covid Varian Baru Sudah Masuk Indonesia, Waspadai Gejalanya
"Tembakau bukan ganja, tembakau bukan narkotika, tembakau bukan hal yang mematikan," tegas Agus Parmuji.
Untuk itu dia kembali menegaskan, pihaknya akan menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang mensejajarkan produk tembakau sebagai barang legal sebagai narkoba dan psikotropika.
Andreas Luha, Wakil Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI pada acara tersebut mengatakan apabila ladang tembakaunya diganggu, nanti yang akan terkena para pekerja tembakau.
Baca Juga: Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Akan Gelar Festival Jeron Beteng, Catat Tanggalnya!
Artikel Terkait
Sleman Dapat DBHCHT Rp 1,6 miliar, Sosialiasi Cukai Tembakau Lewat Ketoprak
FSP RTMM-SPSI Pastikan Kesejahteraan Pekerja dengan Kenaikan Cukai Hasil Tembakau
Dampak Kebijakan Kenaikan Cukai Hasil Tembakau dan Revisi PP No 109 Tahun 2012
Terkait Implementasi dan Aspirasi Penggunaan DCHCHT, Lembaga Demografi UI Kunjungi Petani Tembakau di Magelang
FSP RTMM-SPSI Menggelar Rakernas I dan Rapimnas II di Yogyakarta