MENJADI destruktif ketika membenturkan urgensi Pokok-pokok Halauan Negara (PPHN) dengan isu-isu politik praktis. PPHN, sebagai visi negara-bangsa, memastikan terwujudnya pemerataan pembangunan berkelanjutan, yang proses perencanaannya melibatkan dan menyerap aspirasi semua elemen bangsa.
Maka, patut untuk dilihat sebagai proses pembodohan jika upaya menghadirkan PPHN dibenturkan atau ditangkal dengan isu-isu politik praktis, seperti perubahan periodisasi jabatan presiden menjadi tiga kali atau merubah sistem pemilihan presiden.
PPHN menjadi kebutuhan negara-bangsa yang bersifat mendesak. Dia diperlukan untuk menanggapi perubahan zaman yang terasa begitu cepat. Beberapa negara-bangsa yang saat ini demikian kompetitif, seperti Tiongkok atau Korea Selatan, bisa mencapai posisi itu karena kedua negara itu menjaga konsistensi pembangunan mereka dengan cetak biru rencana pembangunan jangka panjang plus program-program berkelanjutan.
Dalam konteks Indonesia terkini, PPHN harus dihadirkan untuk menghantarkan sekaligus memampukan generasi anak-cucu menanggapi tantangan negara-bangsa di masa depan.
PPHN sejatinya menetapkan cita-cita, target dan program-program pembangunan negara-bangsa untuk jangka waktu puluhan tahun ke depan.
Cita-cita, target dan program-program pembangunan negara-bangsa itu harus lahir dari kesepakatan semua elemen bangsa. Karena itu, rumusan PPHN harus bisa menyerap aspirasi semua elemen masyarakat di seantero nusantara, tanpa terkecuali.
Baca Juga: PKB Tolak Aturan Wajib PCR Bagi Penumpang Pesawat
Dan, demi terjaganya konsistensi program pembangunan jangka panjang yang harus berkelanjutan itu, PPHN tak cukup hanya dipayungi kesepakatan politik pembangunan.
PPHN, mau tak mau, harus dipayungi oleh konstitusi agar presiden, gubernur. Bupati hingga walikota taat dan konsisten melaksanakan PPHN dan secara berkelanjutan terus merealisasikan program-program pembangunan yang cetak birunya sudah ditetapkan dalam PPHN.
Berpijak pada semangat seperti itulah dimunculkan inisiatif untuk melakukan amandemen terbatas terhadap UUD 1945. Inisiatif ini tidak tiba-tiba, tetapi sudah mengemuka di ruang publik sejak direkomendasikan MPR RI periode 2009-2014 dan ditindaklanjuti MPR RI periode 2014-2019.
Baca Juga: 6 Bintang Korea Terkena Skandal, Sampai Sekarang Belum Muncul ke Publik
Ditetapkan terbatas karena amandemen hanya menargetkan adanya PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan, agar negara-bangsa ini tidak terus menerus berganti haluan manakala terjadi pergantian kepemimpinan dari tingkat pusat hingga daerah.
Namun, sangat memprihatinkan karena sebagian orang justru ‘memelintir dan menggoreng’ serta membenturkan urgensi PPHN itu dengan isu-isu yang berkaitan dengan politik praktis.
Baru-baru ini, ada publikasi atas hasil survei yang menyebutkan mayoritas responden menolak amandemen UUD 1945. Hanya menanyakan setuju-tidak setuju jika UUD 1945 diamandemen, tetapi tidak mengedepankan tujuan dari amandemen UUD 1945.
Artikel Terkait
Catatan Ketua MPR RI, Menjaga Efektivitas dan Keamanan PeduliLindungi
Ingatkan Soal Utang, Wakil Ketua MPR : Belajar dari Kasus Amerika Serikat
Catatan Ketua MPR RI, Mendorong Pemulihan Daerah Dengan Endapan Dana Pemda
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Menyoroti Kejahatan Transnasional
Catatan Ketua MPR RI, Merawat Kredibilitas Pinjol Untuk Melindungi Nasabah
Kereta Cepat akan Dibiayai APBN, Wakil Ketua MPR Tegaskan Proyek Harus Diaudit dulu Oleh BPK