JAKARTA, pojokmalioboro.com - Pada 30-31 Oktober 2021 mendatang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan berkunjung ke Ibukota Italia, Roma untuk mengikuti penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Pada momen tersebut, Indonesia akan menerima mandat menjadi ketua dan tuan rumah presidensi G20 untuk 2022.
"Ini adalah momen istimewa bagi Indonesia untuk aktif menawarkan solusi bagi persoalan-persoalan global," kata Achmad Nur Hidayat (Matnur), Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam keterangannya, Senin (20/9/2021).
Hal ini tentu saja menjadi tantangan dan kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi pemain global yang disegani dalam menyelesaikan berbagai persoalan di dunia.
Baca Juga: Sultan: Skema Pajak Harus Berorientasi Pada Agenda Mitigasi Perubahan Iklim
"Bagi Indonesia, event Presidensi G-20 tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan peran Indonesia sebagai pemimpin dari negara berkembang yang menawarkan solusi bagi negara-negara maju," katanya.
Menurut Alumnus Master Public Policy LKY School of Public Policy NUS dan Harvard University Executive Education ini, tujuan tersebut harus dijadikan agenda kerja Indonesia dalam Presidensi KTT G20 di Tahun 2022.
Setidaknya ada empat agenda kerja, yakni meredakan ketegangan demi ketegangan dunia, mengembalikan relevansi G-20 dalam penanganan Covid-19, melakukan kohenrensi terhadap prinsip perpajakan global, serta melakukan rekomitmen terhadap isu perubahan iklim dan inklusi keuangan.
Baca Juga: PON XX Papua 2021 Hitungan Hari, Komite III DPD RI Cek Kesiapan Menpora
"Saat ini ketegangan dunia tidak kunjung reda, paska penandatanganan aliansi AUKUS yang menyebabkan Perancis protes terhadap aliansi militer AS, Inggris dan Australia baru tersebut. Bahkan untuk menunjukkan keseriusan protesnya, Perancis menarik dubesnya dari Australia dan AS," katanya.
Sementara China memandang AUKUS, Aliansi keamanan baru di kawasn Indo-Pasifik yang dibentuk AS, Inggris dan Australia akan menganggu stabilitas keamanan di wilayah perdagangan Asia-Pasifik.
"China layak khawatir karena dengan kecanggihan armada laut dan 12 kapal selam nuklir baru Australia, China tidak lagi dapat mengamankan jalur perdagangannya dengan tenang terutama laut China Selatan yang terus memanas," katanya.
Baca Juga: Anggota DPR: Orientasikan Anggaran Kementerian dan Lembaga Tahun 2022 untuk PEN
Karena itu, ia berharap Indonesia menjadi katalis yang konstruktif dalam memecahkan ketegangan dunia saat ini. Polarisasi AS-China seharusnya tidak merusak tatanan ekonomi dunia.
Apabila ada kompetisi diantara kekuatan ekonomi AS dan China, maka seharusnya tidak memiliki efek destruktif bagi tatanan ekonomi negara lain.
Indonesia seharusnya juga menjadi pelopor dalam membuat aturan main kompetisi ekonomi AS dan China yang lebih sehat sehingga negara-negara lain yang mayoritas tidak terkena dampak ekor (tail effects) dari kompetisi tersebut.
Artikel Terkait
Partai Gelora Desak Komunitas Internasional Bantu Taliban Bentuk Pemerintahan yang Inklusif dan Moderat
Angka Kemiskinan Naik Dua Digit, Partai Gelora Usulkan Madzab Ekonomi Baru
Anis Matta: Partai Gelora, Parpol yang Menggabungkan Gerakan Politik, Pemikiran dan Relevansi
Peringati HUT ke-2, Partai Gelora Berencana Gelar Lomba Mural Secara Nasional
Menlu: Inklusivitas Kunci Presidensi Indonesia di G20 Tahun 2022