Baca Juga: Asia Tenggara Terancam Senjata Nuklir dari Negara-negara Ini
Terkait penangan Covid-19, lanjut Matnur, negara G20 dinilai tidak cukup kompak dalam mengatasi pandemi Covid-19. Kebijakan G20 terkait Covid-19 terkesan menjadi lambat, kurang efektif dan kurang koheren.
"Langkah aksi yang diusulkan G20 kurang pas untuk mengatasi dampak pandemi, bahkan kebijakan G20 tampaknya tidak terkoneksi dengan insentif-insentif masing-masing pemerintah," katanya.
Selanjutnya menyangkut prinsip perpajakan global, menurut Matnur, banyak negara menerapkan pajak yang berbeda-beda yang akhirnya dinilai menerapkan pajak diskriminasi terhadap perusahaan digital yang umumnya berpusat di Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Ketua Tekin-LH PKS: Target 1 Juta Barel Oil Per Hari Kurang Realistis
"AS dan negara maju ingin pajak untuk perusahaan teknologi yang berbasis di negaranya tidak dikenakan pajak berganda di negara berkembang anggota G20, namun negara berkembang melihat pajak digital diperlukan untuk memperkuat pendapatan negaranya. Indonesia diharapkan bisa melakukan koherensi terhadap prinsip-prinsip perpajakan global sehingga memiliki kesetaraan perpajakan yang lebih fair dan adil," ujarnya.
Sedangkan mengenai isu perubahan iklim dan inklusi keuangan, Indonesia bisa mendorong negara G20 berkerjasama lebih serius lagi mencari solusi perubahan iklim global.
"Kerjasama terkait perubahan iklim tidak bisa dilakukan parsial dan tidak kolektif harus kompak dan komitmen harus disampaikan dalam satu voice yang sama. Ini tantangannya," ungkapnya.
Baca Juga: Kunjungi Tangsel, Pansus Guru Honorer DPD RI Apresiasi Kebijakan Pemkot Tangani Guru Honorer
Selain itu, inklusi keuangan juga menjadi isu yang harus dicarikan solusinya, dengan semakin tingginya digitalisasi, masyarakat dunia yang literasi digitalnya rendah tentu tidak dapat menikmati kemajuan digitalisasi saat ini.
"Indonesia harus juga mampu menawarkan agenda kerja inklusi keuangan yang dapat diterapkan oleh sebesar-besarnya masyarakat marginal," kata pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute ini
Dengan menjadi ketua dan tuan rumah presidensi G20 untuk 2022, Matnur berharap Indonesia harus naik kelas lagi dari sukses menjadi event organizer penyelenggara KTT, serta sukses menjadi aktor aktif yang menguraikan dan menyelesaikan persoalan-persoalan dunia. *
Artikel Terkait
Partai Gelora Desak Komunitas Internasional Bantu Taliban Bentuk Pemerintahan yang Inklusif dan Moderat
Angka Kemiskinan Naik Dua Digit, Partai Gelora Usulkan Madzab Ekonomi Baru
Anis Matta: Partai Gelora, Parpol yang Menggabungkan Gerakan Politik, Pemikiran dan Relevansi
Peringati HUT ke-2, Partai Gelora Berencana Gelar Lomba Mural Secara Nasional
Menlu: Inklusivitas Kunci Presidensi Indonesia di G20 Tahun 2022